761 Rensi: Lukisan Yang Indah
Shalom Alaichem b'Shem Yeshua Ha Masiach, saudaraku yang dikasihi Tuhan Yesus firman siang ini dengan tema:
*LUKISAN YANG INDAH*
Dasar firman dari:
Mazmur 104:24
*Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu*
Bapa di surga menciptakan segala sesuatu dengan begitu sempurna sebagai “Pelukis Agung”, yang sedang menorehkan cerita warna-warni dalam kehidupan kita. Saya teringat manakala suatu saat menikmati nasi goreng di sebuah resto sederhana sepulang berkunjung kepada saudara. Pada dinding resto itu terpampang sebuah lukisan yang indah. Dalam lukisan itu tergambar sebuah vas dan beberapa kuntum bunga berwarna warni. Padu padan warnanya sangat memukau. Ada merah tua, merah muda, jingga, ungu, kuning, hijau muda hingga tua. Dan tentu saja dengan latar belakang hitam. Gelap dan pekat. Namun, justru dengan latar belakang gelap itulah kontras warna yang ditampilkan begitu terkesan “hidup”. Pelukisnya mengkreasikan kombinasi warna itu sedemikian rupa sehingga begitu sempurna.
Saudaraku yang terkasih di dalam nama Tuhan Yesus,seringkali dalam hidup ini kita mengalami hal-hal yang tidak enak, tidak nyaman, membingungkan, menyebalkan, memilukan, menyengsarakan, menyakitkan. Bahkan, jika tidak kuat dan tidak sadar akan kehadiran Tuhan dalam setiap episode kehidupan kita, bisa jadi kita berlari meninggalkan-Nya. Ya, semua orang pasti akan mengalami hal seperti itu. Apakah didera sakit penyakit, kondisi keuangan yang pailit, keadaan yang sangat sulit, atau apa saja yang membuat kita terjepit. Saat seperti inilah,merupakan saat ujian. Tuhan ingin melihat apakah kita mampu menjalani hidup yang sulit itu. Tuhan hendak mengetahui seberapa kesetiaan kita, seberapa dalam cinta kita, apakah kita masih tetap berpaut dan mengandalkan-Nya, atau kita justru meninggalkan-Nya.
Salah satu teman saya dari seberang, begitu mengikut Yesus diusir oleh keluarganya. Untuk melanjutkan hidup dia terpaksa menggelandang, mengamen, dan tinggal di pasar salah satu kota di Jatim. Dia pun datang ke gereja, melaporkan kondisinya, dan mencari saudara seiman untuk meminta sekadar sumbangan. Namun, sayangnya laporannya tidak digubris dan setiap menjumpai anggota jemaat pun dia tidak memperoleh apa-apa. Dia merasa sangat kecewa mengapa justru yang tidak seimanlah yang lebih berbelas kasih. Inilah yang menyebabkan dia marah, mengomel, bahkan menyindir bahwa kita hanya pandai berkotbah, tetapi tidak bisa menerapkan bukti kasih yang sesungguhnya. Klimaksnya, minggu lalu saya dengar dia menjadi begitu apatis dan bahkan mengaku atheis.
Saya juga teringat akan tampilan salah satu pendeta yang menyamar menjadi peminta-minta dan duduk di depan gereja sambil menadahkan tangan layaknya pengemis sungguhan. Yang terjadi adalah, jemaat tidak menghiraukan, tidak memberikan uang, mungkin ada yang menganggap jijik, atau bahkan mengusirnya.
Jadi, alasan teman saya di atas mungkin saja benar.Ada dua masalah yang mengusik hati.
Pertama, kita yang mengaku pengikut Kristus memang harus dan wajib mengasihi sesama tanpa pandang bulu. Ayub 6:14 *Siapa menahan kasih sayang terhadap sesamanya, melalaikan takut akan Yang Mahakuasa”*
Kemudian pada Amsal11:15 *Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.*
Sebenarnya, seperti yang Tuhan Yesus pesankan agar kita tidak seperti petinju, memberi kepada sesama itu adalah menabung untuk diri sendiri. Ketika kita kekurangan, Tuhan Yesus akan mencukupkan dan mengembalikan apa yang telah kita keluarkan untuk sesama. Bukankah Tuhan Yesus juga berfirman pada Amsal 19:17 *Siapa menaruh bela kasihan kepada orang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.*
Masalah kedua adalah iman itu memang selalu diasah dan dimurnikan oleh Tuhan melalui banyak perkara. Saat berada di dalam zona taknyaman, memang merupakan ujian kesabaran dan kesetiaan. Selalulah ingat dan sadar agar jangan sampai kita terpeleset untuk tidak mengandalkan-Nya. Sulit memang, tapi jika mau mengandalkan Tuhan maka kita akan dimampukan melalui jalan sempit dan sulit itu, sebab IA tahu siapa kita, maka janganlah berkeluh kesah dan bersungut-sungut mengikuti jalan salib itu. Anggaplah kesesakan dan kesulitan itu sebagaimana ‘cat hitam’ yang akan mempercantik tampilan lukisan indah hidup kita. Semua toh diketahui dan diperkenan oleh-Nya agar lukisan hidup kita sempurna.
Mendengar celoteh teman yang menganggap kita ,tidak mengasihi sesama dan tidak mampu mewujudnyatakan kasih dalam kehidupan sehari-hari tersebut, membuat kita harus lebih berintrospeksi diri. Takperlu emosi, tetapi baiklah kita mengakui kekurangan kita, dan memohon Roh Kudus agar memampukan kita untuk lebih mengasihi. (Mengasihi lebih sungguh). Jika belum mampu memberikan sebagian natura kepada sesama karena alasan ekonomi atau masih belum bekerja, kita masih mampu menjadi sahabat yang baik, pendengar yang baik, dan pendoa yang setia. Memberikan perhatian, kasih sayang, mendengarkan keluhan, dan mengajaknya berdoa, itu merupakan “pemberian” yang tak ternilai harganya. Tidak harus berupa materi, bukan? Waktu untuk menyambangi, khususnya bagi yang sudah sepuh, sendiri, atau sakit, itu pun sangat berarti bagi mereka.
Hal-hal baik yang kita torehkan dalam kanvas hidup kita bersama Tuhan Yesus ini pasti akan menjadi poin tersendiri. Merah, kuning, hijau, atau jingga dalam aneka cerita hidup kita adalah lukisan terindah bagi kemuliaan nama-Nya. Tuhan Yesus memberkati. Amin
*PD AUTOPIA MALANG*
13042017
Ninik S Rahayu
*LUKISAN YANG INDAH*
Dasar firman dari:
Mazmur 104:24
*Betapa banyak perbuatan-Mu, ya TUHAN, sekaliannya Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaan-Mu*
Bapa di surga menciptakan segala sesuatu dengan begitu sempurna sebagai “Pelukis Agung”, yang sedang menorehkan cerita warna-warni dalam kehidupan kita. Saya teringat manakala suatu saat menikmati nasi goreng di sebuah resto sederhana sepulang berkunjung kepada saudara. Pada dinding resto itu terpampang sebuah lukisan yang indah. Dalam lukisan itu tergambar sebuah vas dan beberapa kuntum bunga berwarna warni. Padu padan warnanya sangat memukau. Ada merah tua, merah muda, jingga, ungu, kuning, hijau muda hingga tua. Dan tentu saja dengan latar belakang hitam. Gelap dan pekat. Namun, justru dengan latar belakang gelap itulah kontras warna yang ditampilkan begitu terkesan “hidup”. Pelukisnya mengkreasikan kombinasi warna itu sedemikian rupa sehingga begitu sempurna.
Saudaraku yang terkasih di dalam nama Tuhan Yesus,seringkali dalam hidup ini kita mengalami hal-hal yang tidak enak, tidak nyaman, membingungkan, menyebalkan, memilukan, menyengsarakan, menyakitkan. Bahkan, jika tidak kuat dan tidak sadar akan kehadiran Tuhan dalam setiap episode kehidupan kita, bisa jadi kita berlari meninggalkan-Nya. Ya, semua orang pasti akan mengalami hal seperti itu. Apakah didera sakit penyakit, kondisi keuangan yang pailit, keadaan yang sangat sulit, atau apa saja yang membuat kita terjepit. Saat seperti inilah,merupakan saat ujian. Tuhan ingin melihat apakah kita mampu menjalani hidup yang sulit itu. Tuhan hendak mengetahui seberapa kesetiaan kita, seberapa dalam cinta kita, apakah kita masih tetap berpaut dan mengandalkan-Nya, atau kita justru meninggalkan-Nya.
Salah satu teman saya dari seberang, begitu mengikut Yesus diusir oleh keluarganya. Untuk melanjutkan hidup dia terpaksa menggelandang, mengamen, dan tinggal di pasar salah satu kota di Jatim. Dia pun datang ke gereja, melaporkan kondisinya, dan mencari saudara seiman untuk meminta sekadar sumbangan. Namun, sayangnya laporannya tidak digubris dan setiap menjumpai anggota jemaat pun dia tidak memperoleh apa-apa. Dia merasa sangat kecewa mengapa justru yang tidak seimanlah yang lebih berbelas kasih. Inilah yang menyebabkan dia marah, mengomel, bahkan menyindir bahwa kita hanya pandai berkotbah, tetapi tidak bisa menerapkan bukti kasih yang sesungguhnya. Klimaksnya, minggu lalu saya dengar dia menjadi begitu apatis dan bahkan mengaku atheis.
Saya juga teringat akan tampilan salah satu pendeta yang menyamar menjadi peminta-minta dan duduk di depan gereja sambil menadahkan tangan layaknya pengemis sungguhan. Yang terjadi adalah, jemaat tidak menghiraukan, tidak memberikan uang, mungkin ada yang menganggap jijik, atau bahkan mengusirnya.
Jadi, alasan teman saya di atas mungkin saja benar.Ada dua masalah yang mengusik hati.
Pertama, kita yang mengaku pengikut Kristus memang harus dan wajib mengasihi sesama tanpa pandang bulu. Ayub 6:14 *Siapa menahan kasih sayang terhadap sesamanya, melalaikan takut akan Yang Mahakuasa”*
Kemudian pada Amsal11:15 *Siapa banyak memberi berkat, diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum.*
Sebenarnya, seperti yang Tuhan Yesus pesankan agar kita tidak seperti petinju, memberi kepada sesama itu adalah menabung untuk diri sendiri. Ketika kita kekurangan, Tuhan Yesus akan mencukupkan dan mengembalikan apa yang telah kita keluarkan untuk sesama. Bukankah Tuhan Yesus juga berfirman pada Amsal 19:17 *Siapa menaruh bela kasihan kepada orang lemah, memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.*
Masalah kedua adalah iman itu memang selalu diasah dan dimurnikan oleh Tuhan melalui banyak perkara. Saat berada di dalam zona taknyaman, memang merupakan ujian kesabaran dan kesetiaan. Selalulah ingat dan sadar agar jangan sampai kita terpeleset untuk tidak mengandalkan-Nya. Sulit memang, tapi jika mau mengandalkan Tuhan maka kita akan dimampukan melalui jalan sempit dan sulit itu, sebab IA tahu siapa kita, maka janganlah berkeluh kesah dan bersungut-sungut mengikuti jalan salib itu. Anggaplah kesesakan dan kesulitan itu sebagaimana ‘cat hitam’ yang akan mempercantik tampilan lukisan indah hidup kita. Semua toh diketahui dan diperkenan oleh-Nya agar lukisan hidup kita sempurna.
Mendengar celoteh teman yang menganggap kita ,tidak mengasihi sesama dan tidak mampu mewujudnyatakan kasih dalam kehidupan sehari-hari tersebut, membuat kita harus lebih berintrospeksi diri. Takperlu emosi, tetapi baiklah kita mengakui kekurangan kita, dan memohon Roh Kudus agar memampukan kita untuk lebih mengasihi. (Mengasihi lebih sungguh). Jika belum mampu memberikan sebagian natura kepada sesama karena alasan ekonomi atau masih belum bekerja, kita masih mampu menjadi sahabat yang baik, pendengar yang baik, dan pendoa yang setia. Memberikan perhatian, kasih sayang, mendengarkan keluhan, dan mengajaknya berdoa, itu merupakan “pemberian” yang tak ternilai harganya. Tidak harus berupa materi, bukan? Waktu untuk menyambangi, khususnya bagi yang sudah sepuh, sendiri, atau sakit, itu pun sangat berarti bagi mereka.
Hal-hal baik yang kita torehkan dalam kanvas hidup kita bersama Tuhan Yesus ini pasti akan menjadi poin tersendiri. Merah, kuning, hijau, atau jingga dalam aneka cerita hidup kita adalah lukisan terindah bagi kemuliaan nama-Nya. Tuhan Yesus memberkati. Amin
*PD AUTOPIA MALANG*
13042017
Ninik S Rahayu
Komentar
Posting Komentar