1731 Regi: Menghadapi Kesulitan Seberat Apapun, Kuatkanlah Percayamu kepada TUHAN
Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Mashiach.
Tema regi hari ini adalah:
*Menghadapi Kesulitan Seberat Apapun, Kuatkanlah Percayamu kepada TUHAN*
Saudara/i sekalian, banyak diantara kita beranggapan bahwa selaku anak-anak Allah kehidupan kita harusnya serba dipenuhi dengan kesenangan dan terbebas dari kesulitan apapun. Pikiran seperti itu sekedar pikiran kita ataukah juga pikiran TUHAN?
*Yesaya 55: 8-9* “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Yesaya menjelaskan bahwa *pikiran kita memang jauh berbeda dari pikiran TUHAN.* Sehingga paradigma berpikir kita haruslah disesuaikan dengan pikiran TUHAN, dan untuk itu marilah kita menilik kehidupan salah satu kekasih TUHAN: Daud.
Setelah Daud dipilih TUHAN untuk menggantikan Saul sebagai raja atas Israel, bahkan setelah Daud sudah diberkati oleh Samuel, dia tidak sekonyong-konyong menduduki tahta kerajaan; tetapi harus melalui kesulitan yang berkepanjangan.
Pertama-tama Daud harus mengalahkan Goliath, kemudian berperang mengalahkan musuh yang jumlahnya hingga berlaksa-laksa (berpuluh-puluh ribu), lalu masih pula harus dikejar-kejar Saul selama sepuluh tahun lamanya.
Dan ditengah kejaran Saul itu Daud masih mengalami beberapa peristiwa menyakitkan seperti drama berikut ini:
*1 Samuel 30: 4* Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis.
Mengapa Daud dan orang-orangnya menangis sesedih itu? Sebab mereka menjumpai kenyataan bahwa saat mereka tiba di Ziklag, tempat mereka tinggal, tempat itu telah porak poranda dan telah dibakar habis oleh orang Amalek. Padahal mereka baru saja mengadakan perjalanan tiga hari lamanya dan situasinya tengah kelelahan. Pada kondisi sangat lelah, mereka mendapati kenyataan istri dan anak-anak mereka telah dibawa dan ditawan serta harta benda telah dijarah semua. Sungguh, suatu kenyataan yang mengguncangkan hati karena, segala sesuatunya seolah telah habis tidak tersisa!
Tangis mereka mencerminkan kesedihan yang sangat dalam, bahkan imam-imam pun tidak mampu lagi berdoa kepada TUHAN, karena begitu pedih hati mereka.
Namun *Daud menguatkan hatinya* dan meminta kepada imam Abyatar untuk membawa efod (pakaian imam besar yang dikenakan ketika berdoa kepada TUHAN) kepadanya. Kemudian bertanyalah Daud kepada TUHAN: “Haruskah aku mengejar gerombolan itu dan dapat menyusul mereka?” TUHAN menjawab: “Ya, kamu akan menyusul mereka dan melepaskan para tawanan.”
*(1 Samuel 30: 8).*
Konsekuensi atas jawaban TUHAN itu, ditengah kelelahan, mereka harus melakukan pengejaran dalam suasana hati yang hancur. Tetapi, sekali lagi *Daud menguatkan percayanya* menetapkan untuk mengejar gerombolan penjahat yang tidak mereka ketahui ke mana arah perginya, dan tidak mereka ketahui berapa jumlahnya maupun besar kekuatannya. Dalam keadaan sangat kelelahan mereka berangkat lagi, sehingga saking lelahnya dua ratus orang tidak kuat untuk menyeberangi Sungai Besor dan terpaksa beristirahat di sana.
Setelah lebih dari tiga hari pengejaran, mereka menangkap seorang Mesir yang dicampakkan oleh orang Amalek karena sakit. Dari orang inilah info tentang orang Amalek diperoleh dan singkat cerita, sebagaimana firman TUHAN, mereka menaklukkan orang-orang Amalek dan merebut kembali para tawanan dan barang jarahan.
Daud yang adalah orang pilihan TUHAN, yang diurapi, yang telah bergaul karib dengan-Nya bahkan nama Daud ini,mewarnai nama Tuhan Yesus dengan sebutan: *Yesus anak Daud,* (Markus 10:47), diperbolehkan mengalami kondisi yang begitu mengenaskan. Siapakah kita yang inginnya hanyalah kesenangan tanpa penderitaan? Di sinilah terletak beda pola pikir antara manusia dengan Allah.
Namun karena *Daud dalam kesesakannya justru menguatkan imannya kepada TUHAN, tidak bersungut-sungut, bahkan melarang orang-orangnya berbantah-bantahan (1 Samuel 30: 6).* Sampai akhirnya keberhasilanpun diraihnya karena mujizat TUHAN.
Seberapa dekatkah kita terhadap TUHAN dibandingkan dengan Daud, seberapa berhargakah kita di mata-Nya, sehingga kita maunya hanya hidup dalam kesenangan?
Marilah kita meneladan Daud yang *semakin menguatkan imannya kepada TUHAN ketika kesulitan datang, agar Roh Kudus Sang Penolong memampukan kita melewati kesulitan demi kesulitan dalam drama kehidupan ini.*
Immanuel! Amin
*PD Autopia – Malang*
15082018
gunawanwibisono
Tema regi hari ini adalah:
*Menghadapi Kesulitan Seberat Apapun, Kuatkanlah Percayamu kepada TUHAN*
Saudara/i sekalian, banyak diantara kita beranggapan bahwa selaku anak-anak Allah kehidupan kita harusnya serba dipenuhi dengan kesenangan dan terbebas dari kesulitan apapun. Pikiran seperti itu sekedar pikiran kita ataukah juga pikiran TUHAN?
*Yesaya 55: 8-9* “Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu.”
Yesaya menjelaskan bahwa *pikiran kita memang jauh berbeda dari pikiran TUHAN.* Sehingga paradigma berpikir kita haruslah disesuaikan dengan pikiran TUHAN, dan untuk itu marilah kita menilik kehidupan salah satu kekasih TUHAN: Daud.
Setelah Daud dipilih TUHAN untuk menggantikan Saul sebagai raja atas Israel, bahkan setelah Daud sudah diberkati oleh Samuel, dia tidak sekonyong-konyong menduduki tahta kerajaan; tetapi harus melalui kesulitan yang berkepanjangan.
Pertama-tama Daud harus mengalahkan Goliath, kemudian berperang mengalahkan musuh yang jumlahnya hingga berlaksa-laksa (berpuluh-puluh ribu), lalu masih pula harus dikejar-kejar Saul selama sepuluh tahun lamanya.
Dan ditengah kejaran Saul itu Daud masih mengalami beberapa peristiwa menyakitkan seperti drama berikut ini:
*1 Samuel 30: 4* Lalu menangislah Daud dan rakyat yang bersama-sama dengan dia itu dengan nyaring, sampai mereka tidak kuat lagi menangis.
Mengapa Daud dan orang-orangnya menangis sesedih itu? Sebab mereka menjumpai kenyataan bahwa saat mereka tiba di Ziklag, tempat mereka tinggal, tempat itu telah porak poranda dan telah dibakar habis oleh orang Amalek. Padahal mereka baru saja mengadakan perjalanan tiga hari lamanya dan situasinya tengah kelelahan. Pada kondisi sangat lelah, mereka mendapati kenyataan istri dan anak-anak mereka telah dibawa dan ditawan serta harta benda telah dijarah semua. Sungguh, suatu kenyataan yang mengguncangkan hati karena, segala sesuatunya seolah telah habis tidak tersisa!
Tangis mereka mencerminkan kesedihan yang sangat dalam, bahkan imam-imam pun tidak mampu lagi berdoa kepada TUHAN, karena begitu pedih hati mereka.
Namun *Daud menguatkan hatinya* dan meminta kepada imam Abyatar untuk membawa efod (pakaian imam besar yang dikenakan ketika berdoa kepada TUHAN) kepadanya. Kemudian bertanyalah Daud kepada TUHAN: “Haruskah aku mengejar gerombolan itu dan dapat menyusul mereka?” TUHAN menjawab: “Ya, kamu akan menyusul mereka dan melepaskan para tawanan.”
*(1 Samuel 30: 8).*
Konsekuensi atas jawaban TUHAN itu, ditengah kelelahan, mereka harus melakukan pengejaran dalam suasana hati yang hancur. Tetapi, sekali lagi *Daud menguatkan percayanya* menetapkan untuk mengejar gerombolan penjahat yang tidak mereka ketahui ke mana arah perginya, dan tidak mereka ketahui berapa jumlahnya maupun besar kekuatannya. Dalam keadaan sangat kelelahan mereka berangkat lagi, sehingga saking lelahnya dua ratus orang tidak kuat untuk menyeberangi Sungai Besor dan terpaksa beristirahat di sana.
Setelah lebih dari tiga hari pengejaran, mereka menangkap seorang Mesir yang dicampakkan oleh orang Amalek karena sakit. Dari orang inilah info tentang orang Amalek diperoleh dan singkat cerita, sebagaimana firman TUHAN, mereka menaklukkan orang-orang Amalek dan merebut kembali para tawanan dan barang jarahan.
Daud yang adalah orang pilihan TUHAN, yang diurapi, yang telah bergaul karib dengan-Nya bahkan nama Daud ini,mewarnai nama Tuhan Yesus dengan sebutan: *Yesus anak Daud,* (Markus 10:47), diperbolehkan mengalami kondisi yang begitu mengenaskan. Siapakah kita yang inginnya hanyalah kesenangan tanpa penderitaan? Di sinilah terletak beda pola pikir antara manusia dengan Allah.
Namun karena *Daud dalam kesesakannya justru menguatkan imannya kepada TUHAN, tidak bersungut-sungut, bahkan melarang orang-orangnya berbantah-bantahan (1 Samuel 30: 6).* Sampai akhirnya keberhasilanpun diraihnya karena mujizat TUHAN.
Seberapa dekatkah kita terhadap TUHAN dibandingkan dengan Daud, seberapa berhargakah kita di mata-Nya, sehingga kita maunya hanya hidup dalam kesenangan?
Marilah kita meneladan Daud yang *semakin menguatkan imannya kepada TUHAN ketika kesulitan datang, agar Roh Kudus Sang Penolong memampukan kita melewati kesulitan demi kesulitan dalam drama kehidupan ini.*
Immanuel! Amin
*PD Autopia – Malang*
15082018
gunawanwibisono
Komentar
Posting Komentar