363 Rensi: Ketika Allah Terasa Jauh
Shalom Alaichem b'Shem Yeshua Ha Masiach saudaraku yang dikasihi Tuhan Yesus firman hari ini dengan tema:
*Ketika Allah terasa jauh*
*Ayub 23: 8 & 9* _"Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia._
Pernahkah kita merasakan seperti yang dirasakan Ayub?
Ketika pada pagi hari bangun tidur, kita merasa "hampa" bahkan kepribadian kita hilang. Lalu, kita berdoa dan berdoa dan kembali berdoa, tetapi tidak merasakan apa-apa. Kemudian, kita berpikir bahwa perlu pengakuan dosa.
Maka, kita mengakui dosa-dosa kita (yang bisa kita ingat) tapi tetap tidak merasakan kehadiran Tuhan. Hati masih berkecamuk bahkan rasanya ada pergumulan yang belum dijawab. Sepi rasanya, seolah ada kehampaan dalam hati dan jiwa.
Kemudian, muncullah perasaan: "Ah, ....Allah sedang menjauh dari-ku."
Mazmur 10:1 (TB) *Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu* dalam waktu-waktu kesesakan?
Benarkah ?
Mari kita tilik dan sadari dulu, apa yang mendasari hubungan kita terhadap Allah itu?
Kita mendasarkan hubungan kita dengan Allah atas dasar berkat-berkat-Nya; ataukah kita mendasarkan hubungan ini sebagai *kebertautan hati* _(relationship)_ antara Bapa terhadap anak-Nya.
Jika kita hanya "sekedar" mendasarkan ukuran hubungan itu dengan: berkat, mujizat dan pemberian keduniawian, maka akan terjadi kekecewaan ketika Allah menguji hati kita,
Amsal 24:12 (TB) Kalau engkau berkata: "Sungguh, kami tidak tahu hal itu!" *Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya?* Apakah Dia yang menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan *membalas manusia menurut perbuatannya?*
Namun, jika kita mendasarkan hubungan kita dengan mengutamakan *kebertautan hati* pada pribadi Bapa, maka meskipun secara duniawi kondisi kita sedang susah, kita tetap percaya bahwa Dia tidak pernah meninggalkan kita.
Dan tetap yakin bahwa pertolongan-Nya senantiasa tepat pada waktu-Nya,
Pengkhotbah 3:11 (TB) *Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya*, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Demikian pula, kita akan sungguh-sungguh merasakan bahwa Allah senantiasa dekat dan kuasa-Nya senantiasa kita rasakan,sebab
Mazmur 32:7 (TB) Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak.
Dan Allah sudah berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita, seperti firmanNya
Ibrani 13:5b (TB) Karena Allah telah berfirman: *"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."*
Maka kita sungguh-sungguh akan kita merasakannya karena DIA adalah Allah, kita yang tidak berubah sebab DIA setia terhadap janjiNya
Ayub 23:13 (TB) *Tetapi Ia tidak pernah berubah — siapa dapat menghalangi Dia?* Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga.
Marilah kita alaskan percaya kita pada *keberkaitan hati kita* terhadap *pribadi Allah* dan *milikilah Pribadi* itu, jangan berorientasi pada _berkat keduniawian_ yang _bersifat sementara_.
Sehingga kita *tidak akan pernah* merasa bahwa Allah itu jauh. Atas keberkaitan hati kita itu, kita akan memiliki kekuatan saat menanti dan akhirnya menerima jawaban doa-doa kita menurut waktu-Nya.
Halleluyah....Amin.
PD AUTOPIA Malang
24092016
*Anturanggi Tantri*
*Ketika Allah terasa jauh*
*Ayub 23: 8 & 9* _"Sesungguhnya, kalau aku berjalan ke timur, Ia tidak di sana; atau ke barat, tidak kudapati Dia; di utara kucari Dia, Ia tidak tampak, aku berpaling ke selatan, aku tidak melihat Dia._
Pernahkah kita merasakan seperti yang dirasakan Ayub?
Ketika pada pagi hari bangun tidur, kita merasa "hampa" bahkan kepribadian kita hilang. Lalu, kita berdoa dan berdoa dan kembali berdoa, tetapi tidak merasakan apa-apa. Kemudian, kita berpikir bahwa perlu pengakuan dosa.
Maka, kita mengakui dosa-dosa kita (yang bisa kita ingat) tapi tetap tidak merasakan kehadiran Tuhan. Hati masih berkecamuk bahkan rasanya ada pergumulan yang belum dijawab. Sepi rasanya, seolah ada kehampaan dalam hati dan jiwa.
Kemudian, muncullah perasaan: "Ah, ....Allah sedang menjauh dari-ku."
Mazmur 10:1 (TB) *Mengapa Engkau berdiri jauh-jauh, ya TUHAN, dan menyembunyikan diri-Mu* dalam waktu-waktu kesesakan?
Benarkah ?
Mari kita tilik dan sadari dulu, apa yang mendasari hubungan kita terhadap Allah itu?
Kita mendasarkan hubungan kita dengan Allah atas dasar berkat-berkat-Nya; ataukah kita mendasarkan hubungan ini sebagai *kebertautan hati* _(relationship)_ antara Bapa terhadap anak-Nya.
Jika kita hanya "sekedar" mendasarkan ukuran hubungan itu dengan: berkat, mujizat dan pemberian keduniawian, maka akan terjadi kekecewaan ketika Allah menguji hati kita,
Amsal 24:12 (TB) Kalau engkau berkata: "Sungguh, kami tidak tahu hal itu!" *Apakah Dia yang menguji hati tidak tahu yang sebenarnya?* Apakah Dia yang menjaga jiwamu tidak mengetahuinya, dan *membalas manusia menurut perbuatannya?*
Namun, jika kita mendasarkan hubungan kita dengan mengutamakan *kebertautan hati* pada pribadi Bapa, maka meskipun secara duniawi kondisi kita sedang susah, kita tetap percaya bahwa Dia tidak pernah meninggalkan kita.
Dan tetap yakin bahwa pertolongan-Nya senantiasa tepat pada waktu-Nya,
Pengkhotbah 3:11 (TB) *Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya*, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.
Demikian pula, kita akan sungguh-sungguh merasakan bahwa Allah senantiasa dekat dan kuasa-Nya senantiasa kita rasakan,sebab
Mazmur 32:7 (TB) Engkaulah persembunyian bagiku, terhadap kesesakan Engkau menjaga aku, Engkau mengelilingi aku, sehingga aku luput dan bersorak.
Dan Allah sudah berjanji untuk tidak pernah meninggalkan kita, seperti firmanNya
Ibrani 13:5b (TB) Karena Allah telah berfirman: *"Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau."*
Maka kita sungguh-sungguh akan kita merasakannya karena DIA adalah Allah, kita yang tidak berubah sebab DIA setia terhadap janjiNya
Ayub 23:13 (TB) *Tetapi Ia tidak pernah berubah — siapa dapat menghalangi Dia?* Apa yang dikehendaki-Nya, dilaksanakan-Nya juga.
Marilah kita alaskan percaya kita pada *keberkaitan hati kita* terhadap *pribadi Allah* dan *milikilah Pribadi* itu, jangan berorientasi pada _berkat keduniawian_ yang _bersifat sementara_.
Sehingga kita *tidak akan pernah* merasa bahwa Allah itu jauh. Atas keberkaitan hati kita itu, kita akan memiliki kekuatan saat menanti dan akhirnya menerima jawaban doa-doa kita menurut waktu-Nya.
Halleluyah....Amin.
PD AUTOPIA Malang
24092016
*Anturanggi Tantri*
Komentar
Posting Komentar