1930 Rema : Pengudusan Sebelum Dipanggil
Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Mashiach, saudaraku yang dikasihi Tuhan Yesus, renungan malam kali ini diambil dari :
*Yakobus 4 : 8* Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan *sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!*
Tema renungan :
*Pengudusan Sebelum Dipanggil*
Akhir-akhir ini seringkali saya terusik untuk meminta *kerendahan hati* kepada Tuhan Yesus agar dapat menjaga kekudusan. Karena didalam kerendahan hati kita dapat melihat segala kesalahan, dosa dan juga kesombongan kita.
Dalam bahasa Jawa, hati yang rendah sering disamakan dengan *batin yang lembah*, dengan hati yang lembah, kita akan dengan mudah meminta maaf atau memaafkan bahkan bertobat sekalipun, karena
*Matius 18 : 2-4*
Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya *jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga*. Sedangkan *barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga*.
Muara dari kerendahan hati adalah pertobatan, dan muara dari pertobatan adalah kekudusan, dan upah dari semuanya adalah *Melihat Tuhan Yesus dan mewarisi Kerajaan Allah*.
“Karena itu ajarkanlah kepada anak-anakmu, bahwa semua orang, di mana pun *harus bertobat*, sebab kalau tidak, mereka tidak dapat mewarisi kerajaan Allah, sebab *tidak ada hal yang tidak bersih dapat tinggal di sana, atau tinggal di hadirat-Nya*”
Demikianlah sangat penting arti kerendahan hati dan kemauan untuk bertobat, karena kita semua tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan Yesus. Pemanggilan yang tidak mengenal umur dan waktu.
*Yang memanggil kita adalah Tuhan Yesus, yang penuh dengan kekudusan*. Lalu layakkah kita yang masih berlumuran dosa ini menghadap kepadaNYA? Karena itu diperlukan pengudusan diri setiap saat karena pada hakekatnya kita akan menghadapNYA.
*Yesaya 33:11*
Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan *Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu!*
Sekarang setelah kita mengetahui pentingnya pengudusan bagi hidup kita yang akan datang, lalu bagaimana sikap kita? :
Masihkah kita mengeraskan hati mengikuti kemauan hati kita (nggugu karep e dewe) dengan berdasarkan akal budi kita semata?
Atau selagi masih ada kesempatan dan hari masih siang, maukah kita merubah cara pandang kita dengan meninggalkan manusia lama kita diganti dengan manusia baru?
Banyak teladan yang sudah diberikan oleh para pendahulu kita, meskipun mungkin banyak sekali dari mereka dalam hidup dan pelayanannya melakukan dosa-dosa misalnya mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati orang lain, kesombongan, membicarakan keburukan orang lain, mengganggap diri lebih penting dari yang lain. Tetapi kita melihat bagaimana cara para pendahulu kita memperbaiki hidupnya, yaitu dengan pertobatan, berusaha memperbaiki kelakuannya yang salah melalui penghajaran dan didikan Tuhan Yesus yang diterima dari pewartaan sabdaNYA serta bermazmur memuliakan nama Tuhan Yesus sebagai tanda syukurnya.
Lalu bagaimana kita melihat akhir hidup mereka, detik-detik terakhir pemanggilan mereka?
Dan kita pada kesimpulan bahwa Tuhan Yesus ingin anak-anak yang dikasihiNYA *kudus* saat akan menghadap tahta Allah Bapa.
Dan bagaimana dengan kita yang masih hidup di dunia ini?
Jawaban dan komitmen selanjutnya hanya saudara dan Tuhan Yesus saja yang tahu.
Selamat menjaga kekudusan. Tuhan Yesus menolong dalam mempersiapkan diri untuk menyongsong pemanggilanNYA.
Tuhan Yesus memberkati.Amin
Salam kasih,
*PD Imanuel, Jakarta*
Lilies
*Yakobus 4 : 8* Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan *sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati!*
Tema renungan :
*Pengudusan Sebelum Dipanggil*
Akhir-akhir ini seringkali saya terusik untuk meminta *kerendahan hati* kepada Tuhan Yesus agar dapat menjaga kekudusan. Karena didalam kerendahan hati kita dapat melihat segala kesalahan, dosa dan juga kesombongan kita.
Dalam bahasa Jawa, hati yang rendah sering disamakan dengan *batin yang lembah*, dengan hati yang lembah, kita akan dengan mudah meminta maaf atau memaafkan bahkan bertobat sekalipun, karena
*Matius 18 : 2-4*
Maka Yesus memanggil seorang anak kecil dan menempatkannya di tengah-tengah mereka lalu berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya *jika kamu tidak bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga*. Sedangkan *barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga*.
Muara dari kerendahan hati adalah pertobatan, dan muara dari pertobatan adalah kekudusan, dan upah dari semuanya adalah *Melihat Tuhan Yesus dan mewarisi Kerajaan Allah*.
“Karena itu ajarkanlah kepada anak-anakmu, bahwa semua orang, di mana pun *harus bertobat*, sebab kalau tidak, mereka tidak dapat mewarisi kerajaan Allah, sebab *tidak ada hal yang tidak bersih dapat tinggal di sana, atau tinggal di hadirat-Nya*”
Demikianlah sangat penting arti kerendahan hati dan kemauan untuk bertobat, karena kita semua tidak tahu kapan waktunya kita akan dipanggil dan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan Yesus. Pemanggilan yang tidak mengenal umur dan waktu.
*Yang memanggil kita adalah Tuhan Yesus, yang penuh dengan kekudusan*. Lalu layakkah kita yang masih berlumuran dosa ini menghadap kepadaNYA? Karena itu diperlukan pengudusan diri setiap saat karena pada hakekatnya kita akan menghadapNYA.
*Yesaya 33:11*
Katakanlah kepada mereka: Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan Allah, Aku tidak berkenan kepada kematian orang fasik, melainkan *Aku berkenan kepada pertobatan orang fasik itu dari kelakuannya supaya ia hidup. Bertobatlah, bertobatlah dari hidupmu yang jahat itu!*
Sekarang setelah kita mengetahui pentingnya pengudusan bagi hidup kita yang akan datang, lalu bagaimana sikap kita? :
Masihkah kita mengeraskan hati mengikuti kemauan hati kita (nggugu karep e dewe) dengan berdasarkan akal budi kita semata?
Atau selagi masih ada kesempatan dan hari masih siang, maukah kita merubah cara pandang kita dengan meninggalkan manusia lama kita diganti dengan manusia baru?
Banyak teladan yang sudah diberikan oleh para pendahulu kita, meskipun mungkin banyak sekali dari mereka dalam hidup dan pelayanannya melakukan dosa-dosa misalnya mengeluarkan kata-kata yang menyakitkan hati orang lain, kesombongan, membicarakan keburukan orang lain, mengganggap diri lebih penting dari yang lain. Tetapi kita melihat bagaimana cara para pendahulu kita memperbaiki hidupnya, yaitu dengan pertobatan, berusaha memperbaiki kelakuannya yang salah melalui penghajaran dan didikan Tuhan Yesus yang diterima dari pewartaan sabdaNYA serta bermazmur memuliakan nama Tuhan Yesus sebagai tanda syukurnya.
Lalu bagaimana kita melihat akhir hidup mereka, detik-detik terakhir pemanggilan mereka?
Dan kita pada kesimpulan bahwa Tuhan Yesus ingin anak-anak yang dikasihiNYA *kudus* saat akan menghadap tahta Allah Bapa.
Dan bagaimana dengan kita yang masih hidup di dunia ini?
Jawaban dan komitmen selanjutnya hanya saudara dan Tuhan Yesus saja yang tahu.
Selamat menjaga kekudusan. Tuhan Yesus menolong dalam mempersiapkan diri untuk menyongsong pemanggilanNYA.
Tuhan Yesus memberkati.Amin
Salam kasih,
*PD Imanuel, Jakarta*
Lilies
Komentar
Posting Komentar