1192 Rensi: Peramah Bukan Pemarah

Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Mashiach.
Renungan kali ini diambil dari :

*Amsal 19:19 (TB)* Orang yang sangat cepat marah akan kena denda, karena jika engkau hendak menolongnya, engkau hanya menambah marahnya.

Dengan tema:

*PERAMAH BUKAN PEMARAH*

Salah satu tata tertib di sekolah mengenai kebersihan lingkungan adalah penerapan sistem sanksi denda. Jika seorang atau sekelompok petugas piket tidak bertaggung jawab sehingga kelasnya kotor, kelas tersebut harus membayar sejumlah uang yang dibebankan kepada perorangan maupun kelompok piket. Rupanya dengan sistem denda tersebut, warga kelas lebih respek akan kebersihan kelasnya. Dijaganya benar-benar agar saat petugas pemeriksa mendatangi kelasnya, didapati kelasnya bersih dan rapi.
Dengan sistem denda ini ternyata lebih meningkatkan kinerja dan pada akhirnya meningkatkan kebersihan kelas masing-masing karena takut kena denda.

Pada Amsal tersebut dinyatakan bahwa *Orang yang sangat cepat marah akan kena denda* sayangnya dendanya tidak nampak nyata. Seandainya berupa natura atau uang misalnya setiap kali marah sedikitnya didenda dua ratus ribu rupiah, mungkin akan pikir-pikir ya, waduhh .. sayang uang sejumlah itu hanya untuk membayar denda karena *marah*. Setiap kali marah didenda sebanyak itu, pasti akan merasa sayang.
Siapa tahu dengan demikian kemudian bisa mengendalikan emosi atau kemarahan. Mungkin saya pun harus belajar mengendalikan kemarahan dengan sistem denda ini walau yang mendenda diri sendiri dan dendanya bukan diperuntukkan bagi kepentingan diri sendiri.
Apalagi jika uang sebanyak itu HARUS dibuang di TEMPAT SAMPAH. Barangkali dengan hal ekstrem ini saya akan lebih bisa mengontrol emosi dan menahan kemarahan! Mungkin efek jera pun saya dapat dari sanksi denda ini.

Pada firman yang lain, jika kita akan menjadi penilik jemaat, penatua, atau pejabat di gereja yang lain, syaratnya adalah sebagaimana nats pada:

*1 Timotius 3:1-4 (TB)* Benarlah perkataan ini: "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, *bukan pemarah melainkan peramah*, pendamai, bukan hamba uang, seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati oleh anak-anaknya.

Seharusnya, sekalipun kita bukan pejabat gereja, tetap saja kita harus menjadi surat yang hidup, surat yang dibaca oleh siapa pun bahwa kita adalah anak Tuhan yang berperilaku dapat diteladani. Satu di antara syarat itu adalah *bukan pemarah melainkan peramah*.

Proses metatesis *pemarah versus peramah* sebagai dua kata yang dibolak-balik ini hasilnya sangat bertolak belakang, bukan? Seorang pemarah tentu tidak disukai sesamanya, sementara seseorang yang peramah sangat disukai sesamanya. Dalam benak saya, seorang pemarah itu tampil berwajah seram atau sangar, bermata merah, melotot, dengan pandangan seolah-olah hendak menerkam lawan bicaranya, dan volume suara meledak-ledak. Sangat menakutkan! Ia tentu akan dijauhi sesamanya, bukan? Sebaliknya, seorang peramah tampil dengan tersenyum, muka berseri-seri, mata berbinar-binar, sangat bersahabat sehingga siapa pun tanpa takut-takut bisa bebas berdialog dengannya.
Dengan tampilan seperti ini _kans_ untuk mengabarkan berita suka cita terbuka lebar! Kesempatan untuk memperkenalkan nama Tuhan Yesus pun berpeluang besar!

Nasihat serupa kita jumpai pada

*Efesus 4:31-32 (TB)* Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.Tetapi hendaklah kamu *ramah* seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu.

Jika kita ingat rangkaian sabda berikut, tentu kita ingat bahwa bentuk kasih itu salah satunya adalah bukan pemarah dan sabar.

*1 Korintus 13:4-8 (TB)* Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia *tidak pemarah* dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

Sebentar lagi peringatan dan perayaan Natal 2017 akan tiba. Nah, hadiah apa yang akan kita bawa untuk menyambut-Nya? Kali ini saya memohon dengan rendah hati kiranya Bapa memampukan saya untuk bisa merealisasikan menjadi *bukan pemarah melainkan sebagai peramah* ini. Hal yang nampak kecil, namun tidak mudah untuk melakukannya.

Tuhan Yesus memberkati. Amin.

*PD AUTOPIA MALANG*
14112017
Ninik SR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

775 Regi: Kemurahan Allah Lebih Dari Hidup

2083 Rema: Hanya Yesus Jawaban Hidupku

2334 Rema: PERBEDAAN ORANG FASIK DAN ORANG BENAR