895 Rensi: Hanya Satu
Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Mashiach
Renungan siang i ini diambil dari
Lukas 17:12-18 *Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"*
Dengan tema:
*HANYA SATU*
Pada kisah tersebut dari sepuluh orang sakit kusta yang disembuhkan-Nya hanya satu yang berterima kasih dan kembali kepada Tuhan Yesus. Sedang yang lainnya seolah mereka tidak tahu diri dan tidak memiliki etika. Nah, apakah saya termasuk yang satu atau justru yang sembilan itu?
Saat wisuda kemarin, dari sekitar dua ratus delapan puluh siswa, ada satu yang mengajak foto selfie dan kemudian mengunggahnya di FB. Pada unggahan tersebut dituliskan, _“You are the best teacher_, selalu sehat ya, Bu!” Membaca unggahan tersebut sontak membuat saya sangat terharu dan langsung menitikkan air mata sambil bergumam, “Tuhan Yesus, saya tidak berharap pujian dari anak didik, tetapi ini sangat mengharukan!” Tidak berharap apa-apa kecuali kesuksesan siswa, terutama berharap mereka memiliki budi pekerti unggul dan karakter positif.
Saat membaca ucapan dan doanya tersebut saya seperti diingatkan, apakah saya pun mengucap syukur kepada Bapa setelah memperoleh anugerah sedemikian rupa? Padahal, anugerah-Nya tidak terhitung. Pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman hidup Raja Hizkia yang tidak berterima kasih mendapat murka Allah. Beruntung Raja Hizkia sadar diri dan segera merendahkan diri sehingga murka Allah tidak menimpa. Mari kita perhatikanlah sabda ini:
2 Tawarikh 32:25-26
*Tetapi Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjukkan kepadanya, karena ia menjadi angkuh, sehingga ia dan Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka. Tetapi ia sadar akan keangkuhannya itu dan merendahkan diri bersama-sama dengan penduduk Yerusalem, sehingga murka TUHAN tidak menimpa mereka pada zaman Hizkia.*
Karena itu, saya berjanji hendak mengucap syukur sebagaimana sabda-Nya pada
Mazmur 118:19 *Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN.*
Saya ingin memiliki cara hidup yang baik dengan perbuatan yang baik, antara lain memuliakan Allah, mengucap syukur, dan tahu berterima kasih,sebagaimana Bapa kehendaki
1 Petrus 2:12 *Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.*
Ya, senyampang masih hidup, saya akan mengucap syukur. Itu karena jika sudah meninggal kita tidak mungkin bisa mengucap syukur dan berterima kasih lagi. Sepertipada sabda berikut:
Yesaya 38:18-19 *Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepada-Mu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya.*
Kiranya Tuhan Yesus memberkati niat hati saya. Bagaimana dengan Anda semua, Saudaraku?
Tuhan Yesus memberkati, amin.
*PD AUTOPIA MALANG*
18062017
Ninik S Rahayu
Renungan siang i ini diambil dari
Lukas 17:12-18 *Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?"*
Dengan tema:
*HANYA SATU*
Pada kisah tersebut dari sepuluh orang sakit kusta yang disembuhkan-Nya hanya satu yang berterima kasih dan kembali kepada Tuhan Yesus. Sedang yang lainnya seolah mereka tidak tahu diri dan tidak memiliki etika. Nah, apakah saya termasuk yang satu atau justru yang sembilan itu?
Saat wisuda kemarin, dari sekitar dua ratus delapan puluh siswa, ada satu yang mengajak foto selfie dan kemudian mengunggahnya di FB. Pada unggahan tersebut dituliskan, _“You are the best teacher_, selalu sehat ya, Bu!” Membaca unggahan tersebut sontak membuat saya sangat terharu dan langsung menitikkan air mata sambil bergumam, “Tuhan Yesus, saya tidak berharap pujian dari anak didik, tetapi ini sangat mengharukan!” Tidak berharap apa-apa kecuali kesuksesan siswa, terutama berharap mereka memiliki budi pekerti unggul dan karakter positif.
Saat membaca ucapan dan doanya tersebut saya seperti diingatkan, apakah saya pun mengucap syukur kepada Bapa setelah memperoleh anugerah sedemikian rupa? Padahal, anugerah-Nya tidak terhitung. Pelajaran yang dapat diambil dari pengalaman hidup Raja Hizkia yang tidak berterima kasih mendapat murka Allah. Beruntung Raja Hizkia sadar diri dan segera merendahkan diri sehingga murka Allah tidak menimpa. Mari kita perhatikanlah sabda ini:
2 Tawarikh 32:25-26
*Tetapi Hizkia tidak berterima kasih atas kebaikan yang ditunjukkan kepadanya, karena ia menjadi angkuh, sehingga ia dan Yehuda dan Yerusalem ditimpa murka. Tetapi ia sadar akan keangkuhannya itu dan merendahkan diri bersama-sama dengan penduduk Yerusalem, sehingga murka TUHAN tidak menimpa mereka pada zaman Hizkia.*
Karena itu, saya berjanji hendak mengucap syukur sebagaimana sabda-Nya pada
Mazmur 118:19 *Bukakanlah aku pintu gerbang kebenaran, aku hendak masuk ke dalamnya, hendak mengucap syukur kepada TUHAN.*
Saya ingin memiliki cara hidup yang baik dengan perbuatan yang baik, antara lain memuliakan Allah, mengucap syukur, dan tahu berterima kasih,sebagaimana Bapa kehendaki
1 Petrus 2:12 *Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka.*
Ya, senyampang masih hidup, saya akan mengucap syukur. Itu karena jika sudah meninggal kita tidak mungkin bisa mengucap syukur dan berterima kasih lagi. Sepertipada sabda berikut:
Yesaya 38:18-19 *Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepada-Mu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya.*
Kiranya Tuhan Yesus memberkati niat hati saya. Bagaimana dengan Anda semua, Saudaraku?
Tuhan Yesus memberkati, amin.
*PD AUTOPIA MALANG*
18062017
Ninik S Rahayu
Komentar
Posting Komentar