2742 Regi : MENJADILAH BODOH DI HADAPAN ALLAH
Shalom Aleichem b’Shem Yeshua Ha Mashiach.
Renungan pagi hari ini berjudul:
*MENJADILAH BODOH DI HADAPAN ALLAH*
Para kekasih Kristus, kita tahu bahwa iman bapak rohani kita, Abraham, bisa dijadikan teladan bagi semua orang Kristen. Karena ia tidak saja rela meninggalkan negerinya menuju ke tempat yang tidak diketahuinya, namun juga rela mempersembahkan anaknya yang satu-satunya, yakni Ishak kepada Allah.
*Ibrani 11: 8; 17 (TB)*
*Karena iman Abraham taat*, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu *ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.* Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, *mempersembahkan Ishak. … anaknya yang tunggal*
Apabila kita mengaitkan ketaatan Abraham terhadap setiap perintah Allah, seolah dia merupakan pribadi yang tidak berinisiatif. Apa pun yang diperintahkan Allah selalu di “iya” kannya. Seolah-olah Abraham adalah orang yang bodoh tidak mempunyai inisiatif apa-apa. Benarkah demikian?
Pada kenyataannya Abraham adalah seorang yang kaya raya:
*Kejadian 13: 2 (TB)*
Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya.
Disamping sangat kaya, Abraham adalah seorang yang sangat pandai dan cerdas, ahli manajemen dan bahkan ahli strategi perang. Hal itu dibuktikan atas kemampuan pengelolaan sejumlah besar ternak dan para hambanya. Saking banyak ternaknya, dikatakan bahwa tanah Negeb yang seluasnya 13.000 km2 tidak cukup untuk menampung ternaknya bersama-sama dengan ternak keponakannya, Lot
*Kejadian 13: 6.*
Strategi perangnya ditunjukkan ketika ia memukul kalah musuh yang telah merampok harta benda hingga menculik Lot sebagaimana dilukiskan pada:
*Kejadian 14: 14-16 (TB)*
Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan. …, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya itu, serta harta bendanya dibawanya kembali, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya.
Demikian hebat dan perkasanya kenyataan diri Abraham ini, namun di hadapan Allah *dia sadar* dan *mengerti siapalah dirinya.* Dia *tahu diri* dan *sadar diri* bahwa *ia bukanlah apa-apa di hadapan-Nya*, sehingga sikapnya adalah menjadi seolah "bodoh" karena *selalu merendahkan diri, merendahkan hati, taat dan setia.* Apa saja yang diperintahkan Allah diikutinya *dengan ketulus-ikhlasan* tanpa adanya pertanyaan sedikit pun.
Berbeda halnya dengan pemuda kaya yang datang kepada Tuhan Yesus. Ketika diminta untuk menjual hartanya dan membagi-bagikannya untuk orang miskin dia menunduk sedih kemudian pergi tak kembali lagi, sehingga Tuhan Yesus berfirman:
*Matius 19:24 (TB)*
… Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Berbeda pula dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang di luar tampak suci, namun di dalam hati mereka penuh kekejian dan keserakahan, sehingga Tuhan Yesus pun menyebut mereka sebagai orang munafik:
*Matius 23: 25 (TB)*
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
Berkaca dari “kebodohan” Abraham di atas, marilah kita introspeksi terhadap diri kita masing-masing. Apabila di dalam hati kita masih terdapat kesombongan karena kekayaan, kepandaian, kehebatan atau kemampuan kita dan masih ada kemunafikan; sebaiknya kita teladani Abraham. Meskipun dia pandai, kaya-raya, hebat dan perkasa luar biasa; tetapi *menjadi “bodoh” di hadapan Allah, sehingga yang terjadi adalah kerendahan hati, ketaatan, kesetiaan dan ketulusan hati mengerjakan apa pun yang difirmankan-Nya.*
Kiranya Roh Kudus menyertai dan memberkati kita semua dalam mempraktekkan teladan bapak rohani kita, Abraham!
Haleluyah, Amin.
*PD Autopia – Malang*
_gunawanwibisono_
Renungan pagi hari ini berjudul:
*MENJADILAH BODOH DI HADAPAN ALLAH*
Para kekasih Kristus, kita tahu bahwa iman bapak rohani kita, Abraham, bisa dijadikan teladan bagi semua orang Kristen. Karena ia tidak saja rela meninggalkan negerinya menuju ke tempat yang tidak diketahuinya, namun juga rela mempersembahkan anaknya yang satu-satunya, yakni Ishak kepada Allah.
*Ibrani 11: 8; 17 (TB)*
*Karena iman Abraham taat*, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu *ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui.* Karena iman maka Abraham, tatkala ia dicobai, *mempersembahkan Ishak. … anaknya yang tunggal*
Apabila kita mengaitkan ketaatan Abraham terhadap setiap perintah Allah, seolah dia merupakan pribadi yang tidak berinisiatif. Apa pun yang diperintahkan Allah selalu di “iya” kannya. Seolah-olah Abraham adalah orang yang bodoh tidak mempunyai inisiatif apa-apa. Benarkah demikian?
Pada kenyataannya Abraham adalah seorang yang kaya raya:
*Kejadian 13: 2 (TB)*
Adapun Abram sangat kaya, banyak ternak, perak dan emasnya.
Disamping sangat kaya, Abraham adalah seorang yang sangat pandai dan cerdas, ahli manajemen dan bahkan ahli strategi perang. Hal itu dibuktikan atas kemampuan pengelolaan sejumlah besar ternak dan para hambanya. Saking banyak ternaknya, dikatakan bahwa tanah Negeb yang seluasnya 13.000 km2 tidak cukup untuk menampung ternaknya bersama-sama dengan ternak keponakannya, Lot
*Kejadian 13: 6.*
Strategi perangnya ditunjukkan ketika ia memukul kalah musuh yang telah merampok harta benda hingga menculik Lot sebagaimana dilukiskan pada:
*Kejadian 14: 14-16 (TB)*
Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan. …, ia dan hamba-hambanya itu, untuk melawan musuh; mereka mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. Dibawanyalah kembali segala harta benda itu; juga Lot, anak saudaranya itu, serta harta bendanya dibawanya kembali, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya.
Demikian hebat dan perkasanya kenyataan diri Abraham ini, namun di hadapan Allah *dia sadar* dan *mengerti siapalah dirinya.* Dia *tahu diri* dan *sadar diri* bahwa *ia bukanlah apa-apa di hadapan-Nya*, sehingga sikapnya adalah menjadi seolah "bodoh" karena *selalu merendahkan diri, merendahkan hati, taat dan setia.* Apa saja yang diperintahkan Allah diikutinya *dengan ketulus-ikhlasan* tanpa adanya pertanyaan sedikit pun.
Berbeda halnya dengan pemuda kaya yang datang kepada Tuhan Yesus. Ketika diminta untuk menjual hartanya dan membagi-bagikannya untuk orang miskin dia menunduk sedih kemudian pergi tak kembali lagi, sehingga Tuhan Yesus berfirman:
*Matius 19:24 (TB)*
… Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.
Berbeda pula dengan orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat yang di luar tampak suci, namun di dalam hati mereka penuh kekejian dan keserakahan, sehingga Tuhan Yesus pun menyebut mereka sebagai orang munafik:
*Matius 23: 25 (TB)*
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab cawan dan pinggan kamu bersihkan sebelah luarnya, tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
Berkaca dari “kebodohan” Abraham di atas, marilah kita introspeksi terhadap diri kita masing-masing. Apabila di dalam hati kita masih terdapat kesombongan karena kekayaan, kepandaian, kehebatan atau kemampuan kita dan masih ada kemunafikan; sebaiknya kita teladani Abraham. Meskipun dia pandai, kaya-raya, hebat dan perkasa luar biasa; tetapi *menjadi “bodoh” di hadapan Allah, sehingga yang terjadi adalah kerendahan hati, ketaatan, kesetiaan dan ketulusan hati mengerjakan apa pun yang difirmankan-Nya.*
Kiranya Roh Kudus menyertai dan memberkati kita semua dalam mempraktekkan teladan bapak rohani kita, Abraham!
Haleluyah, Amin.
*PD Autopia – Malang*
_gunawanwibisono_
Komentar
Posting Komentar