2522 Regi : JANGANLAH PERNAH MENERTAWAKAN RANCANGAN TUHAN
Shalom Aleichem b’Shem Yeshua ha Mashiach.
Renungan pagi ini berjudul:
*JANGANLAH PERNAH MENERTAWAKAN RANCANGAN TUHAN*
Dasar firmanNya dari:
*Kejadian 17: 15-18*
"… Allah berfirman kepada Abraham: "Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?"
Kekasih Kristus, dalam Kitab Perjanjian Baru, Abraham diakui sebagai bapa “semua orang percaya” *(Roma 4: 11-12)*, namun pada kenyataannya pernah terjadi, ketika Allah berfirman kepadanya dia menertawakan-Nya.
Ia tertawa karena pikirnya, dalam kondisi aku dan istriku sudah kakek dan nenek pada usia seratus dan sembilan puluh tahun, Allah “bergurau” kepadaku bahwa Sara akan melahirkan seorang anak laki-laki … dan dia berharap agar Allah memberkati Ismael saja. Harapannya pupus, hampir dikatakan putus asa, hingga percayanya luntur kepada Allah. Akal pikirannya menguasainya, sehingga dia berharap agar Ismael diberkati Allah, namun janji-Nya digenapi:
*Kejadian 21: 2*
"Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya."
Allah telah melakukan hal yang ajaib dalam kehidupan Abraham, sebagaimana kesaksian Ayub:
*Ayub 42: 2*
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."
Rencana Allah adalah memberkati keturunan Abraham dari Sara, bukan dari Ismael! Sesungguhnya, tugas Abraham hanyalah percaya bahwa apa yang disabdakan Allah ini pasti dialaminya, karena tidak ada rencana Allah yang gagal.
Sekarang kita dihadapkan kepada firman Allah:
"Kuduslah kamu, sebab Aku, kudus."
*Imamat 19: 2*
Sebagaimana Abraham, akankah kita menertawakan firman di atas? Mustahilkah kita hidup kudus saat di dunia ini?
Ketika hal kekudusan itu diperintahkan Allah untuk kita lakukan, apakah Allah tidak turut bekerja untuk itu
*(Roma 8: 28)*?
Rasul Paulus mengingatkan:
*1 Korintus 2: 5*
"supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah."
Marilah terus berupaya memahami pikiran dan rencana Allah yang besar dengan iman, tanpa melibatkan otak yang sempit ini, sehingga *segala hal, menjadi mungkin karena Allah yang mengerjakannya dalam diri kita. Kitapun beriman bahwa Roh Kudus menolong memampukan kita menjalani perintah-perintah-Nya.*
Agar kita tidak seperti Abraham, ketika ia menertawakan TUHAN; melainkan *meyakini sepenuhnya akan proses hingga penggenapan akan janji-Nya!*
Selamat pagi, Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
*PD Autopia – Malang*
_gunawanwibisono_
Renungan pagi ini berjudul:
*JANGANLAH PERNAH MENERTAWAKAN RANCANGAN TUHAN*
Dasar firmanNya dari:
*Kejadian 17: 15-18*
"… Allah berfirman kepada Abraham: "Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya. Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; raja-raja bangsa-bangsa akan lahir dari padanya." Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: "Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun dilahirkan seorang anak dan mungkinkah Sara, yang telah berumur sembilan puluh tahun itu melahirkan seorang anak?"
Kekasih Kristus, dalam Kitab Perjanjian Baru, Abraham diakui sebagai bapa “semua orang percaya” *(Roma 4: 11-12)*, namun pada kenyataannya pernah terjadi, ketika Allah berfirman kepadanya dia menertawakan-Nya.
Ia tertawa karena pikirnya, dalam kondisi aku dan istriku sudah kakek dan nenek pada usia seratus dan sembilan puluh tahun, Allah “bergurau” kepadaku bahwa Sara akan melahirkan seorang anak laki-laki … dan dia berharap agar Allah memberkati Ismael saja. Harapannya pupus, hampir dikatakan putus asa, hingga percayanya luntur kepada Allah. Akal pikirannya menguasainya, sehingga dia berharap agar Ismael diberkati Allah, namun janji-Nya digenapi:
*Kejadian 21: 2*
"Maka mengandunglah Sara, lalu ia melahirkan seorang anak laki-laki bagi Abraham dalam masa tuanya, pada waktu yang telah ditetapkan, sesuai dengan firman Allah kepadanya."
Allah telah melakukan hal yang ajaib dalam kehidupan Abraham, sebagaimana kesaksian Ayub:
*Ayub 42: 2*
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal."
Rencana Allah adalah memberkati keturunan Abraham dari Sara, bukan dari Ismael! Sesungguhnya, tugas Abraham hanyalah percaya bahwa apa yang disabdakan Allah ini pasti dialaminya, karena tidak ada rencana Allah yang gagal.
Sekarang kita dihadapkan kepada firman Allah:
"Kuduslah kamu, sebab Aku, kudus."
*Imamat 19: 2*
Sebagaimana Abraham, akankah kita menertawakan firman di atas? Mustahilkah kita hidup kudus saat di dunia ini?
Ketika hal kekudusan itu diperintahkan Allah untuk kita lakukan, apakah Allah tidak turut bekerja untuk itu
*(Roma 8: 28)*?
Rasul Paulus mengingatkan:
*1 Korintus 2: 5*
"supaya iman kamu jangan bergantung pada hikmat manusia, tetapi pada kekuatan Allah."
Marilah terus berupaya memahami pikiran dan rencana Allah yang besar dengan iman, tanpa melibatkan otak yang sempit ini, sehingga *segala hal, menjadi mungkin karena Allah yang mengerjakannya dalam diri kita. Kitapun beriman bahwa Roh Kudus menolong memampukan kita menjalani perintah-perintah-Nya.*
Agar kita tidak seperti Abraham, ketika ia menertawakan TUHAN; melainkan *meyakini sepenuhnya akan proses hingga penggenapan akan janji-Nya!*
Selamat pagi, Selamat beraktifitas.
Tuhan Yesus memberkati, amin.
*PD Autopia – Malang*
_gunawanwibisono_
Komentar
Posting Komentar