2481 Rema : MENGAKUI KELEMAHAN DAN MERENDAHKAN DIRI

Shalom Aleichem b’Shem Yeshua Ha Mashiach
Tema renungan  malam  hari ini:

*MENGAKUI KELEMAHAN DAN MERENDAHKAN DIRI*

Dasar firmanNya dari

*2 Korintus 13:4b* (TB) Memang kami adalah lemah di dalam Dia, tetapi kami akan hidup bersama-sama dengan Dia untuk kamu karena kuasa Allah.


Disadari maupun tidak setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelemahan. Namun, karena merasa dan menganggap diri mampu, orang tersebut seringkali tidak mau mengakui kekurangan dan kelemahannya. Pikirnya, “Aku kuat, mampu, dan sanggup melakukannya sendiri, tidak perlu bantuan orang lain. Aku berhasil karena usaha dan kerja kerasku sendiri, bukan karena siapa pun!”

Saat dipanggil pertama kali, Yesaya mengalami peristiwa luar biasa. Saat itu Tuhan menyatakan kemuliaan-Nya melalui para malaikat-Nya dan memperdengarkan suara-Nya. Saat itulah Yesaya menyadari betapa najis, tidak layak, dan lemahnya dirinya.

*Yesaya 6: 5, 7* (TB) (5) Lalu kataku: "Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." (7) Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: "Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni."


Namun, justru pada awal pemanggilan itulah, Nabi Yesaya mengalami pemulihan luar biasa.

Kita pun saat ini diberi kesempatan untuk mengalami pemulihan. Agar mengalami pemulihan seperti itu, kita harus berintrospeksi diri, melihat betapa lemahnya diri ini, dan mau mendengar suara-Nya. Banyak di antara kita yang kurang peka terhadap suara-Nya, bukan? Bahkan di persekutuan doa pun saat berhadapan langsung dengan karya Roh Kudus menjawab bersuara pun kita enggan. Sampai berapa kali Tuhan Yesus mengingatkan baik secara langsung atau tidak langsung agar kita tidak tuli, pura-pura tuli,  atau menulikan telinga baik secara jasmani maupun rohani? Berapa banyak yang mau menjawab lantang jika ditanya oleh Roh Kudus? Coba kita ingat-ingat, dan jika kita masih belum merespon suara-Nya mari segera benahi agar hati Bapa tersentuh dan senang mendengar respon kita. Bukankah kita ingin dan berjanji untuk menyenangkan hati-Nya?
Bapa meminta agar kita belajar mengakui kelemahan-kelemahan kita. Terkadang masalah, pencobaan, kegagalan, dan sebagainya dipakai-Nya sebagai alat untuk membuat kita sadar akan keberadaan kita yang lemah tak berdaya dan terbatas ini sehingga kita belajar bergantung dan mengandalkan diri kepada-Nya.

Rasul Paulus diizinkan-Nya mengalami ujian dan tantangan, bahkan harus menghadapi  'duri dalam daging'.
Namun, ia menyikapi setiap masalah yang ada dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin bila kita berada dalam kondisi seperti Paulus kita akan banyak mengeluh dan memberontak kepada-Nya, tetapi Rasul Paulus tidak bersikap demikian. Ia justru mengakui kelemahannya dan menerima semua itu dengan senang dan rela, karena ia tahu justru dalam kelemahannya itu ia menjadi semakin kuat karena kuasa Tuhan dinyatakan atasnya.

*2 Korintus 12:5, 9-10* (TB) (5) Atas orang itu aku hendak bermegah, tetapi atas diriku sendiri aku tidak akan bermegah, selain atas kelemahan-kelemahanku. (9) Tetapi jawab Tuhan kepadaku: "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.  (10) Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.


Kata-kata iman Rasul Paulus inilah yang harus kita pegang. Maka, yakin, Bapa pasti menganugerahkan kekuatan kepada kita yang mengalami dan mengakui kelemahan sehingga kita hanya mengandalkan pada kasih karunia dan kuasa-Nya semata.

Kita tahu bahwa Tuhan Yesus turut merasakan kelemahan kita, “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita” 
( *Ibrani 4:15a* ).
Kita pun akan diluputkan-Nya dari mata pedang atau cobaan apa pun karena telah beroleh kekuatan dalam kelemahan kita, “… telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan…”
( *Ibrani 11:34b* )

Manakala kita mengakui akan kelemahan kita, artinya kita pun diajari-Nya untuk rendah hati. Dengan menyadari akan kelemahan itu, kita tidak akan tega menghakimi sesama kita, sebab kita sendiri penuh dengan kelemahan. Kadang kenyataannya justru kontradiktif. Kita lupa jika kita ini penuh kelemahan dan dengan mudahnya  kita menilai bahkan menghakimi sesama kita.  Nah, jangan sampai orang mengatakan bahwa kita hanya pandai melihat selumbar di mata orang lain, sementara balok bercokol di pelupuk tak kita sadari.

Dengan menyadari kelemahan ini pada akhirnya akan semakin mengikis jiwa dan perasaan sombong di hati kita karena justru kitalah yang sebenarnya lemah, tidak mampu, dan penuh kekurangan. Maka, dengan mengakui kelemahan kita, kita pun menghormati dan menghargai sesama kita karena pada pola pikir  ( _mindset_  ) kita telah  terpeta bahwa mereka justru memiliki kelebihan yang tidak kita miliki.
Tuhan Yesus kiranya memberkati sehingga dimampukan-Nya kita mengikuti kehendak-Nya, amin.

*PD AUTOPIA MALANG*
Ninik SR

Komentar

Postingan populer dari blog ini

775 Regi: Kemurahan Allah Lebih Dari Hidup

2083 Rema: Hanya Yesus Jawaban Hidupku

2334 Rema: PERBEDAAN ORANG FASIK DAN ORANG BENAR