2489 Rema : MENGHINDAR ITU LEBIH TERHORMAT
Shalom Aleichem b’Shem Yeshua Ha Mashiach. Renungan malam ini bertema :
*MENGHINDAR ITU LEBIH TERHORMAT*
Dasar firmanNya dari:
*Amsal 20:3* (TB) Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.
Saudaraku kekasih Kristus,
Ada pepatah kuno yang berbunyi, “Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lain.” Ya benar, setiap orang memiliki pemikiran sendiri mengenai sesuatu hal, bahkan hal yang sama sekalipun. Oleh karena itu, sangat cerdik pendahulu kita yang mencanangkan Pancasila dengan mengedepankan dan menomorsatukan “Ketuhanan yang Maha Esa,” kemudian memperhatikan segi “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Dengan demikian diharapkan tercipta “Persatuan Indonesia,” sedangkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” merupakan kunci tindakan. Maka, agar tetap terjalin persatuan, semuanya harus dimusyawarahkan dan dengan demikian akan tercipta suatu “Keadilan Sosial” yang diinginkan.
Bukan hanya untuk satu negara, bahkan untuk kelompok kecil pun (termasuk di dalam lingkup keluarga) harusnya demikian. Kuncinya, saat bermusyawarah masing-masing pribadi haruslah memiliki kesabaran ekstra. Sebab, bila tidak, tentu akan terjadi perbantahan.
Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan
*Amsal 15:18*
Perbantahan yang memuncak bisa berakhir dengan kejahatan yang lebih serius hingga pembunuhan. Karena itu, dinasihatkan agar kita masing-masing memperhatikan buah Roh, yakni kesabaran, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.
*Galatia 5: 22-23a* .
Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri
Penguasaan diri ini menjadi kunci yang akan menekan dan menghindari terjadinya pertengkaran, perbantahan, bahkan malapetaka yang lebih serius.
Bagaimana jika kita terjebak pada situasi rumit dalam perbantahan? “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai!”
*Amsal 15:18*
Mundur dan mengalah adalah lebih bijak, di samping tetap menjaga dan mempertahankan kekudusan hati.
*Ibrani 12:14* (TB) Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Memang saat kita sedang melakukan proyek kekudusan hati ini, yang namanya cobaan, godaan, gangguan, tantangan selalu hadir bahkan gencar mencecar di depan mata. Maka, saatnya kita bijak menjaga kondisi agar tetap waspada akan kelicikan dan kelihaian roh penyesat dan pemecah belah.
Seperti nas kita di atas, kita tidak boleh bodoh, malahan lebih terhormat jika kita menjauhi perbantahan. Sementara, jika kita ikut hanyut atau membiarkan kemarahan keluar, itu menandakan kebodohan. Lah, siapa yang mau disebut bodoh? Tidak ada, bukan?
Mereka yang suka bertengkar dan bersitegang leher diibaratkan seperti arang yang menyala.
“Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan”
*Amsal 26:21*
Nah, arang itu juga ibarat neraka, bukan? Maka, jika kita gemar bertengkar, tentulah bukan surga tempat kita. Mau?
Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan
*Mazmur 37: 8*
Untuk menghindari marah yang hanya membawa kejahatan itu dengan perkataan yang lemah lembut ternyata.
Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah
*Amsal 15:1*
Kemarahan itu seperti penyakit, bahkan dikatakan bahwa orang yang sangat cepat marah akan kena denda,
*Amsal 19:19*
dan jika hendak menolongnya, hanya menambah marahnya!
Maka, mari kita memohon agar Roh Kudus memproses kita untuk memiliki penguasaan diri yang teruji sehingga kita bisa menghindarkan diri dari kemarahan, pertengkaran, dan perbantahan sehingga damai sejahtera bisa kita rasakan. Tuhan Yesus penolong kita yang sejati, amin!
*PD AUTOPIA MALANG*
Ninik SR
*MENGHINDAR ITU LEBIH TERHORMAT*
Dasar firmanNya dari:
*Amsal 20:3* (TB) Terhormatlah seseorang, jika ia menjauhi perbantahan, tetapi setiap orang bodoh membiarkan amarahnya meledak.
Saudaraku kekasih Kristus,
Ada pepatah kuno yang berbunyi, “Kepala sama berbulu, pendapat berlain-lain.” Ya benar, setiap orang memiliki pemikiran sendiri mengenai sesuatu hal, bahkan hal yang sama sekalipun. Oleh karena itu, sangat cerdik pendahulu kita yang mencanangkan Pancasila dengan mengedepankan dan menomorsatukan “Ketuhanan yang Maha Esa,” kemudian memperhatikan segi “Kemanusiaan yang adil dan beradab.” Dengan demikian diharapkan tercipta “Persatuan Indonesia,” sedangkan “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan” merupakan kunci tindakan. Maka, agar tetap terjalin persatuan, semuanya harus dimusyawarahkan dan dengan demikian akan tercipta suatu “Keadilan Sosial” yang diinginkan.
Bukan hanya untuk satu negara, bahkan untuk kelompok kecil pun (termasuk di dalam lingkup keluarga) harusnya demikian. Kuncinya, saat bermusyawarah masing-masing pribadi haruslah memiliki kesabaran ekstra. Sebab, bila tidak, tentu akan terjadi perbantahan.
Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan
*Amsal 15:18*
Perbantahan yang memuncak bisa berakhir dengan kejahatan yang lebih serius hingga pembunuhan. Karena itu, dinasihatkan agar kita masing-masing memperhatikan buah Roh, yakni kesabaran, kelemahlembutan, dan penguasaan diri.
*Galatia 5: 22-23a* .
Tetapi buah Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri
Penguasaan diri ini menjadi kunci yang akan menekan dan menghindari terjadinya pertengkaran, perbantahan, bahkan malapetaka yang lebih serius.
Bagaimana jika kita terjebak pada situasi rumit dalam perbantahan? “Memulai pertengkaran adalah seperti membuka jalan air; jadi undurlah sebelum perbantahan mulai!”
*Amsal 15:18*
Mundur dan mengalah adalah lebih bijak, di samping tetap menjaga dan mempertahankan kekudusan hati.
*Ibrani 12:14* (TB) Berusahalah hidup damai dengan semua orang dan kejarlah kekudusan, sebab tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan.
Memang saat kita sedang melakukan proyek kekudusan hati ini, yang namanya cobaan, godaan, gangguan, tantangan selalu hadir bahkan gencar mencecar di depan mata. Maka, saatnya kita bijak menjaga kondisi agar tetap waspada akan kelicikan dan kelihaian roh penyesat dan pemecah belah.
Seperti nas kita di atas, kita tidak boleh bodoh, malahan lebih terhormat jika kita menjauhi perbantahan. Sementara, jika kita ikut hanyut atau membiarkan kemarahan keluar, itu menandakan kebodohan. Lah, siapa yang mau disebut bodoh? Tidak ada, bukan?
Mereka yang suka bertengkar dan bersitegang leher diibaratkan seperti arang yang menyala.
“Seperti arang untuk bara menyala dan kayu untuk api, demikianlah orang yang suka bertengkar untuk panasnya perbantahan”
*Amsal 26:21*
Nah, arang itu juga ibarat neraka, bukan? Maka, jika kita gemar bertengkar, tentulah bukan surga tempat kita. Mau?
Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan
*Mazmur 37: 8*
Untuk menghindari marah yang hanya membawa kejahatan itu dengan perkataan yang lemah lembut ternyata.
Jawaban yang lemah lembut meredakan kegeraman, tetapi perkataan yang pedas membangkitkan marah
*Amsal 15:1*
Kemarahan itu seperti penyakit, bahkan dikatakan bahwa orang yang sangat cepat marah akan kena denda,
*Amsal 19:19*
dan jika hendak menolongnya, hanya menambah marahnya!
Maka, mari kita memohon agar Roh Kudus memproses kita untuk memiliki penguasaan diri yang teruji sehingga kita bisa menghindarkan diri dari kemarahan, pertengkaran, dan perbantahan sehingga damai sejahtera bisa kita rasakan. Tuhan Yesus penolong kita yang sejati, amin!
*PD AUTOPIA MALANG*
Ninik SR
Komentar
Posting Komentar