1082 Rensi: Mengucap Syukur Senantiasa
Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Mashiach.
Renungan kali ini diambil dari sabda Bapa pada:
*Kolose 1:3, 12 (TB)* Kami selalu *mengucap syukur kepada Allah*, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu. (12) dan *mengucap syukur dengan sukacita* kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang.
Dengan tema:
*MENGUCAP SYUKUR SENANTIASA*
Firman di atas menceritakan Rasul Paulus yang senantiasa berdoa untuk jemaat di Kolose agar mereka dapat bertumbuh di dalam iman dan senantiasa mengucap syukur kepada Bapa. Demikian pulalah harapan seorang guru terhadap para muridnya.
Yang menjadi kebahagiaan dan kesukacitaan seorang guru adalah bila bertemu mantan siswa. Sering saya bertemu mantan siswa secara tak terduga, bahkan dengan mereka yang terkadang puluhan tahun tak berjumpa. Ada rasa haru, bangga, dan bahagia luar biasa. Terlebih bila mereka masih mengenali, mau menyapa, dan menghampiri walau hanya sebatas basa-basi.
Suatu saat saya berada di bengkel menunggu kendaraan diperbaiki. Tiba-tiba ada seorang wanita muda dengan suaminya dengan tujuan sama. Dia menyapa saya dengan santun, mengenali saya, memperkenalkan suaminya, dan menceritakan bahwa pernah menjadi siswi saya. Wah, senang sekali melihat dan mendengarnya. Dia pun menceritakan perjuangan hidup menuju kesuksesan. Akhirnya mereka mengajak saya sarapan di resto sebelah bengkel. Puji Tuhan Yesus! Saya sungguh mengucap syukur kepada Bapa. Apalagi mereka yang telah berhasil itu masih mengingat, menghargai, dan menghormati saya sebagai mantan gurunya.
Kali ini Tuhan Yesus pun mengajar kita untuk senantiasa mengucap syukur dalam segala hal. Memang sabda itu gampang diucapkan, namun tentu sulit dilakukan. Mengucap syukur dalam segala hal, artinya dalam kondisi baik maupun tidak baik, dalam kondisi enak, nyaman, maupun tidak enak, dan tidak nyaman. Ya, dalam segala situasi! Bersyukur saat memperoleh rezeki, uang, hadiah, kenaikan pangkat/jabatan, atau kemudahan/kebahagiaan yang lain itu wajar! Namun, bersyukur dalam kondisi sakit, susah, berkekurangan, atau dalam ketidaknyamanan lain, itulah yang justru dikehendaki-Nya!
Ada kesaksian saudara kita yang tiba-tiba sakit, padahal sudah siap tiket bus ke Bali sehingga terpaksa menggagalkan perjalanannya. Ternyata bus tersebut terkena musibah peledakan bom. Nah, bersyukur dia sakit. Seandainya tidak sakit dan jadi berangkat, pasti dia akan menjadi korban bom tersebut. Ada pula kesaksian saudara kita yang harus merawat orang lain dengan susah payah. Ternyata, dalam pakaryan khusus hal itu dinyatakan bahwa upahnya besar di surga! Ternyata justru hal-hal seperti ini yang berharga di mata Bapa!
Belajar dari doa Raja Hizkia kita bisa menghayati bagaimana syukur harus diungkapkan dalam sabda berikut:
*Yesaya 38:17-19 (TB)* Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamatan bagiku; Engkaulah yang mencegah jiwaku dari lobang kebinasaan. Sebab Engkau telah melemparkan segala dosaku jauh dari hadapan-Mu. Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepada-Mu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya.
Melalui ungkapan pernyataan Raja Hizkia yang disembuhkan tersebut mari kita belajar senantiasa mengucap syukur selama masih hidup sebab rancangan-Nya adalah damai sejahtera dan keselamatan belaka, bukan rancangan kebinasaan sebagaimana sabda berikut:
*Yeremia 29:11 (TB)* Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Apa pun yang dilakukan Bapa kepada kita sebenarnya arahnya adalah damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan.
Sebagaimana seseorang sedang merenda menggunakan ‘midangan’, yang tampak dari atas adalah lukisan indah, namun yang tampak dari bawah adalah betapa rumit dan berantakannya aneka warna benang tak beraturan itu. Kita yang melihat dari bawah, tidak tahu bahwa pola keseluruhan lukisan itu indah. Maka yang ada biasanya adalah keluh dan sungut semata. Itulah sebabnya kita harus menggunakan kacamata Bapa yang melihat keindahannya dari atas bukan dari kacamata kita yang berada di bawah. Dengan demikian seharusnya yang kita gumamkan adalah ucapan syukur karena kita dibentuk sedemikian rupa agar mengarah ke skenario damai sejahtera seperti kehendak Bapa. Jadi, apa pun yang kita hadapi dan alami harusnya kita terima dengan penuh ucapan syukur. Yah, mengucap syukur senyampang masih bernapas, masih hidup, belum meninggalkan dunia ini sebab ..
*Mazmur 6:5 (TB)* Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?
Oleh karena itu, marilah kita laksanakan dengan kekuatan Roh Kudus sabda ini:
*1 Tesalonika 5: 18 (TB)* Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
Tuhan Yesus memberkati kita. Haleluya.
*PD AUTOPIA MALANG*
20092017
Ninik SR
Renungan kali ini diambil dari sabda Bapa pada:
*Kolose 1:3, 12 (TB)* Kami selalu *mengucap syukur kepada Allah*, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, setiap kali kami berdoa untuk kamu. (12) dan *mengucap syukur dengan sukacita* kepada Bapa, yang melayakkan kamu untuk mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus di dalam kerajaan terang.
Dengan tema:
*MENGUCAP SYUKUR SENANTIASA*
Firman di atas menceritakan Rasul Paulus yang senantiasa berdoa untuk jemaat di Kolose agar mereka dapat bertumbuh di dalam iman dan senantiasa mengucap syukur kepada Bapa. Demikian pulalah harapan seorang guru terhadap para muridnya.
Yang menjadi kebahagiaan dan kesukacitaan seorang guru adalah bila bertemu mantan siswa. Sering saya bertemu mantan siswa secara tak terduga, bahkan dengan mereka yang terkadang puluhan tahun tak berjumpa. Ada rasa haru, bangga, dan bahagia luar biasa. Terlebih bila mereka masih mengenali, mau menyapa, dan menghampiri walau hanya sebatas basa-basi.
Suatu saat saya berada di bengkel menunggu kendaraan diperbaiki. Tiba-tiba ada seorang wanita muda dengan suaminya dengan tujuan sama. Dia menyapa saya dengan santun, mengenali saya, memperkenalkan suaminya, dan menceritakan bahwa pernah menjadi siswi saya. Wah, senang sekali melihat dan mendengarnya. Dia pun menceritakan perjuangan hidup menuju kesuksesan. Akhirnya mereka mengajak saya sarapan di resto sebelah bengkel. Puji Tuhan Yesus! Saya sungguh mengucap syukur kepada Bapa. Apalagi mereka yang telah berhasil itu masih mengingat, menghargai, dan menghormati saya sebagai mantan gurunya.
Kali ini Tuhan Yesus pun mengajar kita untuk senantiasa mengucap syukur dalam segala hal. Memang sabda itu gampang diucapkan, namun tentu sulit dilakukan. Mengucap syukur dalam segala hal, artinya dalam kondisi baik maupun tidak baik, dalam kondisi enak, nyaman, maupun tidak enak, dan tidak nyaman. Ya, dalam segala situasi! Bersyukur saat memperoleh rezeki, uang, hadiah, kenaikan pangkat/jabatan, atau kemudahan/kebahagiaan yang lain itu wajar! Namun, bersyukur dalam kondisi sakit, susah, berkekurangan, atau dalam ketidaknyamanan lain, itulah yang justru dikehendaki-Nya!
Ada kesaksian saudara kita yang tiba-tiba sakit, padahal sudah siap tiket bus ke Bali sehingga terpaksa menggagalkan perjalanannya. Ternyata bus tersebut terkena musibah peledakan bom. Nah, bersyukur dia sakit. Seandainya tidak sakit dan jadi berangkat, pasti dia akan menjadi korban bom tersebut. Ada pula kesaksian saudara kita yang harus merawat orang lain dengan susah payah. Ternyata, dalam pakaryan khusus hal itu dinyatakan bahwa upahnya besar di surga! Ternyata justru hal-hal seperti ini yang berharga di mata Bapa!
Belajar dari doa Raja Hizkia kita bisa menghayati bagaimana syukur harus diungkapkan dalam sabda berikut:
*Yesaya 38:17-19 (TB)* Sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamatan bagiku; Engkaulah yang mencegah jiwaku dari lobang kebinasaan. Sebab Engkau telah melemparkan segala dosaku jauh dari hadapan-Mu. Sebab dunia orang mati tidak dapat mengucap syukur kepada-Mu, dan maut tidak dapat memuji-muji Engkau; orang-orang yang turun ke liang kubur tidak menanti-nanti akan kesetiaan-Mu. Tetapi hanyalah orang yang hidup, dialah yang mengucap syukur kepada-Mu, seperti aku pada hari ini; seorang bapa memberitahukan kesetiaan-Mu kepada anak-anaknya.
Melalui ungkapan pernyataan Raja Hizkia yang disembuhkan tersebut mari kita belajar senantiasa mengucap syukur selama masih hidup sebab rancangan-Nya adalah damai sejahtera dan keselamatan belaka, bukan rancangan kebinasaan sebagaimana sabda berikut:
*Yeremia 29:11 (TB)* Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.
Apa pun yang dilakukan Bapa kepada kita sebenarnya arahnya adalah damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepada kita hari depan yang penuh harapan.
Sebagaimana seseorang sedang merenda menggunakan ‘midangan’, yang tampak dari atas adalah lukisan indah, namun yang tampak dari bawah adalah betapa rumit dan berantakannya aneka warna benang tak beraturan itu. Kita yang melihat dari bawah, tidak tahu bahwa pola keseluruhan lukisan itu indah. Maka yang ada biasanya adalah keluh dan sungut semata. Itulah sebabnya kita harus menggunakan kacamata Bapa yang melihat keindahannya dari atas bukan dari kacamata kita yang berada di bawah. Dengan demikian seharusnya yang kita gumamkan adalah ucapan syukur karena kita dibentuk sedemikian rupa agar mengarah ke skenario damai sejahtera seperti kehendak Bapa. Jadi, apa pun yang kita hadapi dan alami harusnya kita terima dengan penuh ucapan syukur. Yah, mengucap syukur senyampang masih bernapas, masih hidup, belum meninggalkan dunia ini sebab ..
*Mazmur 6:5 (TB)* Sebab di dalam maut tidaklah orang ingat kepada-Mu; siapakah yang akan bersyukur kepada-Mu di dalam dunia orang mati?
Oleh karena itu, marilah kita laksanakan dengan kekuatan Roh Kudus sabda ini:
*1 Tesalonika 5: 18 (TB)* Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu.
Tuhan Yesus memberkati kita. Haleluya.
*PD AUTOPIA MALANG*
20092017
Ninik SR
Komentar
Posting Komentar