3555 Regi : BERPUASALAH SEPERTI NINIWE

 Shalom Aleichem b'Shem Yeshua Ha Maschiach.

Selamat pagi dan salam sejahtera dari Bapa, Putra dan Roh Kudus.


Renungan ini berjudul:


*BERPUASALAH SEPERTI NINIWE*


BACAAN ALKITAB: 


*Yunus 3: 5-10*


NATS: 


*Yesaya 58: 5-6A*

Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN? Bukan!



Para kekasih Kristus, berpuasa adalah salah satu cara mengekang hawa nafsu melalui pengendalian asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh manusia. Sebagai ibadah yang bertujuan untuk memohon pengampunan dosa didasari kerendahan hati dan sikap yang benar. Sebaliknya bangsa Israel, pada zaman nabi Yesaya, melakukannya dengan kemunafikan. 


Mereka dengan lantang bertanya, mengapa TUHAN tidak memperhatikan jerih payah mereka dalam berpuasa, Allah menjawab bahwa mereka tetap mengumbar nafsu kesemena-menaan serta tindakan yang tidak mencerminkan pengekangan nafsu. Mereka hanya berpura-pura saja merendahkan hati. 


Dikatakan oleh TUHAN: “Engkau menundukkan kepala seperti gelagah.” Kekasih Kristus, bagaimanakah gelagah bisa menunduk? 

Gelagah merupakan jenis rumput yang tingginya mencapai dua meter dengan batang yang beruas-ruas tanpa ada buah di ujungnya.

Jenis ini hanya tampak menunduk jika ada angin menerpa, namun segera tegak kembali ketika angin reda. Berbeda dengan padi yang senantiasa merunduk ketika bulir buahnya semakin membesar. Seperti itulah bangsa Israel ketika itu, hanya berpura-pura rendah hati namun sebetulnya tetap congkak di hadapan Allah. 


Selanjutnya Allah mengatakan: “Kalian membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur.” 

Kain karung dan abu dalam Perjanjian Lama digunakan sebagai pertanda akan pertobatan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Ketika Yunus menyampaikan firman Allah kepada Niniwe bahwa Allah akan membinasakan mereka akibat kejahatan mereka, maka raja hingga rakyatnya merespon teguran Allah itu dengan tindakan pertobatan yaitu: berpuasa, mengenakan kain karung dan abu sebagai lapik (alas) tidur mereka *(Yunus 3: 5-10)*. 

Mereka bersungguh-sungguh memohon dengan segenap kerendahan hati agar Allah berbalik dari murka-Nya yang menyala-nyala, sehingga mereka tidak binasa. Dan karena ketulusan hati mereka, maka Allah pun memberikan pengampunan-Nya. Sebaliknya, pada zaman Yesaya bangsa Israel melakukan puasa sekedar mengikuti aturan agamawi, melupakan hakekat puasa yang sesungguhnya, melakukannya hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban. Sehingga tidak ada tidak ada perubahan dalam dirinya.


Para kekasih Kristus, perubahan nyata dalam diri kita, berupa pengakuan dosa dengan segenap kerendahan hati itulah yang dikehendaki Allah. Bukan sekedar bagian luar menampakkan wajah puasa, kusut dan kuyu, namun hati kitalah yang dilihat-Nya. Tidak ada seorang pun berani mengatakan bahwa dirinya hidupnya tanpa kesalahan dan dosa, oleh karenanya, marilah kita senantiasa melakukan introspeksi diri dengan menanyakan: “Apakah batin kita sudah berpuasa secara benar, bersikap seperti padi, berkainkan karung dan berlapikkan abu serta mengenakan semuanya itu di dalam hati kita, sehingga ada perubahan sikap hidup? Kiranya Roh Kudus memampukan kita melakukannya sebagai bentuk pertobatan yang sejati. Agar kelak kita tidak malu, ketika bertemu muka dengan muka dengan Tuhan Yesus Kristus.


Selamat pagi, selamat beraktivitas, tetap semangat di dalam puasa batin yang kita lakukan setiap saat. Kiranya Tuhan Yesus berkenan memberkati kita sekalian pada sepanjang hari ini. Amin.


*PD Autopia – Malang*

_gunawanwibisono_

Komentar

Postingan populer dari blog ini

775 Regi: Kemurahan Allah Lebih Dari Hidup

2083 Rema: Hanya Yesus Jawaban Hidupku

2334 Rema: PERBEDAAN ORANG FASIK DAN ORANG BENAR